Galam dalam bahasa latinnya disebut Melaleuca
leucadendron merupakan jenis pohon yang tumbuh sangat
subur di lahan rawa masam dan dapat dijadikan
salah satu tumbuhan indikator tanah berpirit atau sulfat masam. Pohon ini termasuk
jenis pohon berkayu, pohon galam sangat adaptif dengan kondisi masam pH 3-4. Pohon ini menyenangi
kondisi berair macak-macak, tetapi dapat juga tumbuh dengan kondisi kering. Kayu galam tumbuh secara alami di hutan rawa hingga
mencapai tinggi 40 m dan diameter sekitar 35 cm. Meski berdiameter kecil
namun kayu galam sangat kuat, biasa dipergunakan orang sebagai cerucuk
kacapuri, sebagai penyangga cetakan / mal pada pengecoran beton). Bisa juga
sebagai bagian sementara pembuatan jembatan kecil, siring jalan, kayu bakar,
tiang pancang kecil, tiang bangunan.
.
Ada dua jenis galam yang dikenal oleh masyarakat, yaitu galam tembaga dan
galam putih. Galam tembaga memiliki kulit kayu yang relative tipis dengan warna
kemerahan (seperti tembaga) sedangkan galam putih memiliki kulit kayu yang
relatif tebal dengan warna keputihan. Galam tembaga biasanya tumbuh dilahan
tepi sungai, sedangkan galam putih di lahan hutan bagian dalam jauh dari tepi
sungai. bila dimasukkan ke dalam air, kayu galam tembaga cenderung tenggelam,
sedangkan kayu galam putih akan terapung. Kulit kayunya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pengisap nanah pada luka atau dibuat ekstrak untuk
mengobati rasa lesu dan susah tidur. Apabila ditambah damar, kulit kayu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan penambal perahu. Daunnya dapat menghasilkan minyak kayu putih
yang dapat digunakan sebagai obat gosok untuk mengobati rematik dan nyeri pada
tulang. Buah dan bijinya dikenal sebagai merica bolong dipergunakan orang Jawa
dan Bali sebagai bahan jamu untuk mengobati penyakit lambung. pohon galam tidak hanya dapat ditemukan di Indonesia tetapi juga ada di Myanmar, Thailand, Malaysia, Papua Nugini dan Australia.

Dari segi kelestarian hutan
galam, masyarakat khususnya penebang galam tidak khawatir akan kelanjutan hutan
galam. Istemewanya kayu galam dapat tumbuh dengan sendirinya di hutan rawa.
Dan, ditambah galam selama pertumbuhan tidak memerlukan pemeliharaan intensif.
Perilaku para penabang galam juga mendukung kelestarian pohon galam antara
lain. Mereka menebang galam sesuai kebutuhan dan tidak menebang galam setiap
hari. Mereka meninggalkan anakan dalam setiap penebangan. Pohon galam yang
ujungnya berdiameter lebih kecil dari 4 cm tidak boleh ditebang. Pohon yang
berdiameter 30 cm ke atas tidak ditebang karena berat memanggulnya sehingga
dijadikan sebagai pohon benih. Selain itu pohon galam yang masih berupa anakan
dapat dipanen 3-5 tahun kemudian, sehingga kayu galam tidak perlu lama untuk
rotasi pertumbuhannya.
Meski kelestarian hutan
galam dari segi perilaku penebang dan rotasi tumbuh yang cepat tak perlu dikhawatirkan.
Namun jika hutan galam, kelestariannya tidak diperhatikan dalam pengambilan
keputusan atau kebijakan pemerintah, yang dapat mengkonversi hutan galam
menjadi kawasan perkebunan tertentu maka lama kelamaan galam akan habis.
Sehingga hal ini harus tetap menjadi perhatian kita semua, khususnya pengakuan
keberadaan hutan galam.
Sumber : :
//khulfi.wordpress.com/2012/10/02/potensi-pengembangan-kayu-galam-melaleuca-cajuputi-sebagai-bahan-baku-energi-biomasa/,
://balittra.litbang.pertanian.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1320:galam-dan-manfaatnya&catid=13:info-aktual&Itemid=63
//onanraja.blogspot.com/2010/09/hutan-galam-atau-kayu-galam.htmlb