Jumat, 31 Oktober 2014

Mengenal Anoa

Anoa
Anoa adalah sub jenis dari Bubalus yang terdiri dari dua spesies asli Indonesia yaitu anoa gunung (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Kedua jenis anoa ini hidup di hutan hujan yang tidak terjamah manusia. Anoa memiliki ciri fisik yang mirip dengan rusa, dengan bobot kurang lebih 150 – 300 kg. Anoa juga dikenal sebagai kerbau kerdil dan sapiutan. Anoa gunung dan anoa dataran rendah hidup di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton, sebelah tenggara Pulau Sulawesi.
Habitat anoa berada di hutan tropika dataran, sabana (savanna), dan terkadang juga dapat di jumpai di rawa-rawa. Anoa merupakan penghuni hutan yang hidupnya berpindah-pindah tempat. Berbeda dengan sapi yang lebih suka hidup berkelompok, anoa hidup semi soliter, yaitu hidup sendiri atau berpasangan dan hanya akan bertemu kawanannya jika anoa betina akan melahirkan. Anoa paling aktif pada saat pagi dan sore hari, ketika udara masih dingin, karena anoa memiliki biasan mendinginkan tubuh mereka, karean itulah terkadang anoa berendam di lumpur atau di air. Anoa termasuk hewan herbivora, di alam bebas, anoa memakan makanan yang berair (aquatic feed). seperti pakis, rumput, tunas pohon, buah-buahan yang jatuh, dan jenis umbi-umbian, Anoa dataran rendah terkadang juga meminum air laut yang diduga untuk memenuhi kebutuhan mineral mereka, anoa dataran tinggi juga menjilat garam alami untuk memenuhi kebutuhan mineralnya.

Setiap tahunnya, induk anoa rata-rata hanya melahirkan satu bayi anoa. Anoa bisa bertahan hidup selama 20 tahun hingga 25 tahun, dan sudah mampu kawin serta berkembang biak pada umujr 2 tahun sampai 3 tahun. kedua spesis anoa telah dimasukkan dalam daftar terancam punah sejak tahun 1960an, dan populasinya terus menurun. Diperkirakan tinggal sekitar 5000 ekor yang tersisa. Penyebab berkurangnya populasi anoa dikarenakan oleh perburuan untuk mendapatkan kulit, tanduk dan daging oleh masyarakat sekitar dan hilangnya habitat asli oleh perluasan pemukiman manusia. Namun yang paling berpengaruh adalah perburuan liar.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Anoa 




.

Eceng Gondok









Eceng gondok atau nama latinnya Eichhornia Crassipes adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung, selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok memiliki nama lain sperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama ilung. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuan yang bernama Carl Friedrich Philipp Von Martiu seorang ahli Botani berkebangsaan Jerman pada tahaun 1984 ketika sedang melakukan ekspedisi di sungai Amazon Brazil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini di anggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan, eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.

Eceng gondok hidup mengapung  di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter, tidak mempunyai batang, daunnya tunggal dan berbentuk oval, ujung dan pangkalnya runcing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau, bunganya termasuk bunga majemuk, akarnya merupakan akar serabut. 

Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrim dari ketinggian, arus air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan enceng gondok sangat cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium.

Adapun akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara lain :
  • Meningkatnya  evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan pertumbuhannya yang cepat
  • Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan yang menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air.
  • Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun kedasar perairan sehingga mempercepat terjadinya pendangkalan.
  • Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai.
  • Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia
  • Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan  
Karena eceng gondok dianggap sebagai gulma yang mengganggu maka berbagai cara dilakukan untuk menanggulanginya, anrata lain :
  • Menggunakan herbisida
  • Mengangkat eceng gondok tersebut secara langsung dari perairan
  • Memanfaatkan eceng gondok tersebut, misalnya sebagai bahan pembuat kertas, kompos, biogas, kerajinan tangan, dan lain-lain..